Sabtu, 26 September 2015

SESAL




Pagi Ton. Mudah-mudahan kedatanganku pagi ini tak mengganggumu. Maaf juga ya Ton, kalau baru kali ini aku bisa datang kesini. Tentu saja setelah usahaku merayu ibu dan meyakinkan pada mereka bahwa aku sudah sembuh. Oleh karena itu, pagi ini aku bersama ibu datang kesini.
Ton, aku tahu kamu pasti masih menyimpan setumpuk kemarahan dan kejengkelan terhadap aku. Pun aku tahu kamu tidak bakalan langsung menegurku. Tentang egoisku dan keras kepalaku selama kita jalan bareng. Bahkan tentang tingkahku yang cenderung bandel kayak cowok yang membuatmu selalu kerepotan menyesuaikan diri.
Masih ingat nggak Ton, kalau dulu kamu pernah bilang bahwa cewek idaman kamu itu yang feminim, nggak cerewet, nggak doyan kelayapan. Tapi begitu kamu kenal sama aku, selera tentang tipe cewek yang kamu impikan lenyap. Kamu malah nekat ngejar-ngejar aku. Masih ingat juga nggak kamu sama Hendra yang ngenalin kamu sama aku ? Kata Isma sebenarnya Hendra juga naksir sama aku. Tapi dia nggak punya keberanian untuk itu. Padahal kalau dipikir-pikir, kamu jauh lebih pendiam dari Hendra. Bayangin aja, setiap kita jalan bareng, pasti aku yang selalu ribut bikin bahan obrolan. Tapi untungnya kamu selalu nyambung. Bahkan saat aku cerita tentang GreenDay atau Black Sabbath sekalipun, kamu masih bisa nangkep. Padahal aku tahu betul kalau kamu nggak suka-suka amat sama jenis musik begituan.
Dan nggak cuma itu, Ton. Ingat nggak ketika malam-malam aku telepon kamu ? Aku ngotot minta dianterin cari perlengkapan buat ekspedisi kecil arung jeram. Padahal malam itu kamu lagi asyik nonton siaran langsung pertandingan sepak bola. Apalagi kesebelasan yang main adalah tim Argentina – favoritmu. Aku tahu kamu pasti marah besar waktu itu, sampai-sampai kamu nggak kasih keputusan setelah telepon aku tutup dengan kerasnya. Tapi sepuluh menit kemudian kamu sudah ada di depan rumah – siap mengantarku.